04 May 2011

Di atas pasir

Pagi itu angin bertiup begitu pelan. Slayer orange tua berkibar lembut dilehernya yang jenjang. Matanya tak lepas menatap bangunan mungil dihadapannya. Sebuah rumah kecil dengan pohon mangga besar dan ayunan didepannya. Wanita itu berjalan mendekat. Menginjakkan kakinya pelan-pelan sambil menikmati hijaunya rumput yang menghiasi halaman. Didepan pintu ia ragu untuk menekan bel masuk. Ditarik ulurnya tangannya dari benda hitam kecil itu. Namun kerinduannya terus saja memaksa keberaniannya untuk masuk.

Tak lama kemudian pintu pun terbuka. Seorang wanita yang seumuran dengannya berdiri dihadapannya dan tersenyum ramah.
“Rini.”
Panggil wanita itu dengan suara gemetar.
“Mbak Sukma”. Wanita dari dalam rumah itu langsung memeluknya.

*****
Diruang makan yang sekaligus menjadi ruang keluarga dan ruang tamu itulah dua orang wanita sedang duduk dalam kebisuan. Hanya ada detakan jam yang tergantung didinding yang bisa didengar, dengan sesekali adukan teh hangat yang mengharuskan sendok beradu bunyi dengan bibir cangkir.
“Bagaimana kabarmu?”. Wanita itu pun memecah kesunyian diantara mereka berdua.
“Baik mbak, mbak Sukma sendiri bagaimana?”.
Wanita itu diam sejenak dan kembali mengaduk teh nya untuk kemudian diminumnya sedikit.
“Seperti yang kau lihat.”
Wanita didepannya hanya tersenyum.
“Sudah lama sekali ya Rin,”.
Wanita yang bernama Rini tersenyum untuk kesekian kalinya dan berpindah posisi duduk disamping Sukma.
“Iya mbak, sudah lama sekali. Tapi tidak ada yang berubah.”
“Maafkan aku, aku berutang banyak padamu.” Wanita itu tak kuasa membendung air matanya.
Rini menoleh dan memegang tangan Sukma.
“Dia bagian dari keluarga kami, mbak tidak usah berbicara seperti itu.”
“Tapi…..”

Memori kembali ke masa lalu
“Kau tidak boleh menikah dengannya.” Wanita itu membentak dengan nada suara yang keras.
“Bu, kami saling mencintai. Mas Yoga pun juga orang yang baik.”
“Apa kau sadar dia hanyalah seorang buruh di pabrik kita. Lihat posisimu dan lihat dimana dia berada.”

*****
“Kita harus menikah sekarang mas.”
“Tapi aku harus bertemu dengan ibumu dulu.”
“Tidak. Beliau  akan memisahkan kita.”
*****
Sebelas bulan kemudian,
“Apa yang mas fikirkan?”. Tanya wanita itu kepada suaminya. Laki-laki itu menoleh kearahnya dan tersenyum.
“Duduklah.” Wanita itu pun duduk disampingnya sambil menyandarkan kepalanya ke pundak suaminya.
“Kebahagian kita akan lengkap jika neneknya datang waktu persalinanmu nanti.”
“Mas…”.

*****
“Bawa gadis itu pergi!”
“Baik nyonya.” Beberapa bodyguard datang dan memaksa wanita itu bersamanya disaat dia menggendong bayinya. Wanita itu meronta-ronta. Namun fisiknya terlalu lemah untuk melawan badan beberapa laki-laki dihadapannya. Hanya ada wanita yang seumuran dengannya yang membantunya. Namun alih-alih bisa membantu, dia hanya berhasil menggendong bayi itu ketangannya.
“Lepaskan aku, ibu… tolong lepaskan aku.”
Wanita itu terus menerus meronta dan melihat bayi mungil dibelakangnya yang sekarang sudah berpindah tangan ke wanita yang terduduk lemas karena terdorong badan sang bodyguard.

*****
“Rini, aku bertanggung jawab atas meninggalnya keluargamu.”
“Mbak… ini semua bukan kesalahanmu. Aku memang sangat terpukul ketika mobil yang ditumpangi mas Yoga dan mas Fian terbakar. Namun senyum Jasmine membuatku lebih kuat.”
“Bagaimana keadaanya?”
“Dia gadis yang pintar. Wajahnya sama cantiknya sepertimu dan dia pun memiliki hati yang lembut seperti hatimu pula.”
“Tapi tetap saja kau yang menjadi ibu baginya.”
“Mbak…”. Mereka berdua menghela nafas.
Jam didinding sudah menunjukkan pukul setengah dua siang. Terdengar suara pintu terbuka. Dua wanita itu berdiri dan menoleh ke pintu. Seorang gadis yang cantik dengan seragam SMU dan rambut yang diikat di pinggir masuk kedalam rumah.
“Ibu.” Dia tersenyum dan langsung memeluk Rini. Kemudian menoleh ke arah Sukma dan melemparkan senyum manisnya.
“Kau sudah tumbuh dewasa dan cantik. Jaga dirimu baik- baik ya.” Ucap Sukma dengan suara tertahan. Dan ia pun melangkah pergi.
“Siapa dia bu?”
Rini membelai lembut rambut Jasmine.
“Dia…….”.


No comments:

Post a Comment

Leave comment