02 May 2011

Hal yang berharga dalam hidupku adalah kamu

Malam itu mereka pulang larut malam. Kerja pada kantor yang sama mengharuskan mereka bertemu setiap hari, dan hari ini pun mereka harus rela pulang malam untuk lembur, melakukan stock opname di perusahaan  tempat mereka bekerja. Dini hari tepat jam satu pagi pekerjaan baru saja selesai dan mereka pun pulang bersama pegawai yang lainnya. Sepanjang perjalanan mereka hanya terdiam. Lelah dan rasa kantuk menyelimuti sehingga mereka merasa harus menghemat tenaga untuk segera sampai dirumah.

Setibanya dirumah si suami menyalakan lampu dan masuk duluan lalu merebahkan tubuhnya dikursi tengah, begitu juga si istri.
“Buatkan aku makanan”. Kata si suami.
Si istri menghela nafas
“Ibu capek pak, bapak buat sendiri ya.”
“Kamu kan istriku, buatkan makanan untukku. Sekarang!!!”
“Ndak usah teriak to pak. Tadi kenapa ga mampir beli dijalan.”
“Sudah, ga usah banyak omong. Buatkan sekarang.”

Si istri kesal karena suaminya berkata kasar padanya. Kata – kata yang sepertinya biasa namun malam ini terdengar luar biasa ditelinganya. Keadaan lelah dan lapar serta kantuk yang melingkupi mereka membuat emosi lebih berperan penting di dalam percakapan mereka.
“Bapak bisa buat sendiri to, bapak kan masih punya tangan dan kaki.”
“Kamu itu istriku, sudah jadi kewajibanmu menyiapkan makanan buatku.”
“Tapi ibu capek sekarang.”
“Halah alasan.”
“Alasan apa?”
“Kamu sengaja ga mau buat makanan. Kamu sudah capek hidup denganku.”

Si istri bertambah kesal. Masalah yang sepele kenapa jadi runyam seperti ini.
“Ya, ibu sudah capek.”
“Ya sudah pergi sana, pulang ke rumah orang tuamu sana.”
“Baik, aku akan pergi.”
“Sudah sana kemasi barang – barangmu.”
Si istri menahan marah dan masuk kekamar mereka. Diambilnya koper besarnya didalam lemari dan mulai menata baju-bajunya untuk dimasukkan kedalam koper. Sementara si suami hanya berdiri mematung diruang tengah sambil melihat ke arah kamar. Lama ia menunggu sosok didalam kamar, namun tak kunjung keluar. Kemudian dia melangkah masuk kekamarnya dan mendapati si istri menangis di depan kopernya.

“Duduklah di atas koper itu sejenak.” Pinta si istri.
“Buat apa?” Si suami masih dengan emosinya.
“Aku tidak punya harta kekayaan yang bisa kubawa pulang. Emas dan perak bagiku hanya seonggok kayu yang tak berguna. Satu – satunya hal yang berharga dalam hidupku saat ini adalah bapak. Bagaimana aku bisa pergi tanpa bapak.”
Si suami luluh dan mendekati istrinya lalu memeluk tubuh yang sedang ringkih dalam tangisannya.
“Maafkan bapak ya bu.”
Si istri pun memeluk suaminya.
“Maafkan ibu pak.”


*****
Ketika marah tidak pada tempatnya, tidak pada orang yang tepat dan situasi yang tepat. Penyesalanlah yang akan menjadi akhir dari segalanya.


No comments:

Post a Comment

Leave comment