18 May 2011

Terima kasih untuk hari ini

Aku adalah seorang ayah dengan satu putra. Usia putraku saat ini menginjak 9 tahun. Seperti kebanyakan anak laki-laki, putraku sangat aktif. Dia menyukai olahraga sepakbola namun terkadang dia suka bermain piano yang khusus kubelikan untuknya sebagai kado ulang tahun di usianya yang ke-6. Istriku bernama Miranda, dialah yang menjadi mata, telinga dan tanganku ketika aku sibuk diluar mengurus perusahaan keluarga kami. Dialah satu-satunya orang yang tak pernah lelah memberiku informasi tentang perkembangan jagoan kecilku, Kevin.

Sehari-hari waktuku dihabiskan untuk mengurusi masalah kantor. Semuanya tersusun rapi dalam list schedule yang ditata oleh sekretaris pribadiku, Pak Johan. Aku berangkat ke kantor pukul setengah tujuh pagi, istriku selalu menyiapkan sarapan untukku padahal sudah ada pembantu yang bekerja dirumah besar kami. Ketika kutanya “Kenapa kau begitu repot menyiapkan sarapan sayang? Bi Eha kan ada”.
Dia hanya tersenyum dan melingkarkan tangannya ke leherku.
“Apa papa keberatan? Mama hanya ingin menyiapkan semuanya untuk papa. Hari ini papa akan mencari nafkah untuk kami.”
Aku hanya tersenyum dan mengusap punggung tangannya.

Di pagi hari aku tak sempat mengobrol dengan Kevin, karena waktuku sangat terbatas. Aku tak mau terlambat masuk kantor karena ini akan menjadi contoh yang buruk untuk karyawan ku. Terkadang aku merasa letih dalam menjalani aktifitasku karena semua terkendali dalam lembaran kertas jadwal. Bahkan jika istri dan anakku ingin berkumpul menghabiskan akhir pekannya bersamaku harus kuluangkan waktu di sela-sela kepadatan jam kerja. Ya, tak jarang hari minggu pun ku habiskan diluar kota untuk mengurusi anak cabang perusahaan keluarga kami.

“Pak, hari ini anda tidak memiliki jadwal, karena pertemuan tender dengan perusahaan Cakra ditunda dua hari lagi.”
Ucap pak Johan ketika menemuiku di ruangan pribadiku.
“Oh ya? kenapa?”
Aku tak melihat wajah pak Johan karena aku sibuk melihat perkembangan saham melalui tablet PC ku.
“Pak Cakra sedang pergi ke Singapura untuk perjalanan bisnis.”
“Oh.. ya. atur jadwalnya sebaik mungkin.”

“Papa…papa…papa…..”
Ringtone suara asli Kevin terdengar nyaring dari ponselku. Putraku memang sengaja merekam suaranya diponselku beberapa bulan yang lalu dan dijadikan sebagai ringtone pribadinya.

“Halo…”
“Papa…..” Suaranya terdengar riang.
“Papa… papa ada waktu sore ini? Kevin ingin ditemani memancing. Kemarin Natan dan ayahnya mengajak Kevin untuk pergi memancing bersama. Papa mau ya.”
“Papa lihat jadwal dulu ya sayang.”
“Pa….”
“Mama”
“Sore ini saja ya sayang, mama mohon.” Tumben sekali istriku merajuk. Biasanya dia tidak pernah memohon padaku karena dia sangat mengerti dengan kesibukanku.

Aku pun pulang dan mendapatkan Kevin sudah siap dengan peralatan pancingnya. Istriku mengambil tas yang kubawa dan menggandengku menuju keruang keluarga.
“Bajunya sudah mama siapkan pa, papa makan dulu ya. Mama sudah masak makanan kesukaan papa.”
“Papa belum lapar ma, nanti saja.”
Aku langsung bergegas berganti pakaian dan meninggalkan istriku yang duduk diruang keluarga dengan Kevin. Dia mengelus rambut Kevin dan mencium keningnya. Tak berapa lama aku sudah siap untuk pergi memancing.

Kami sudah menunggu hampir dua setengah jam, tapi kailku belum disentuh oleh seekor ikan pun. Kulihat Natan dan ayahnya sudah berhasil menangkap beberapa ikan dan memenuhi keranjang ikannya. Aku sebal melihatnya, namun Kevin tak sama denganku. Wajahnya sore ini justru sangat ceria. Dia mengoceh kesana kemari menceritakan apa yang dia  alami disekolah, makanan apa yang dia sukai dan apa yang akan dilakukannya besok. Baru hari ini aku tahu bahwa dia sangat suka makan bola-bola keju. Apalagi bola-bola keju buatan mamanya. 

Jam ditanganku sudah menunjukkan pukul lima sore. Dan keranjang ikan kami pun masih kosong. Kami berpisah dengan Natan dan ayahnya. Dan kami bergegas pulang. Sesampainya dirumah kami disambut oleh senyuman istriku dan pelukan darinya. Kevin tak henti hentinya merajuk karena senang, padahal kami tak membawa satu pun ekor ikan.

Ditempat tidur kami.

“Pa…makasih ya, hari ini sudah menemani Kevin memancing. Pasti dia sangat senang.”
“Hari ini hari yang menyebalkan buat papa ma.”
Istriku terdiam. Ada gurat kecewa ketika kuberkata seperti itu.
“Kecewa kenapa pa?”
“Hari ini pertemuan tender dengan perusahaan Cakra ditunda, jadwal pengiriman barang ke Bali diundur dan saham papa agak turun dipasaran. Dan mama lihat sore tadi. Tiga jam papa habiskan dikolam pemancingan tanpa membawa seekor ikan pun. Hari ini papa tidak mendapatkan target apa-apa.”
Istriku mendekatiku dan menyandarkan kepalanya didadaku. Dia mendekapku erat, sesaat kemudian dia mendongakkan kepalanya menatapku dengan tangan yang tak berpindah dari dadaku.
“Terima kasih untuk waktunya sore ini sayang. Kami sangat bahagia.”
Istriku, dia mengucapkan terima kasih? Kenapa hatiku bergemuruh?
Istriku kemudian tidur didadaku. Aku memeluknya sejenak dan merebahkan kepalanya di bantalnya. Kulihat wajahnya yang damai ketika tertidur. Kapan terakhir kali aku mengecup keningnya ketika tidur, hal yang selalu kulakukan disaat-saat awal kami bersama. Kapan terakhir aku mengajaknya jalan-jalan dan berbincang bincang berdua?
Aku meninggalkan ranjang kami dan kumatikan lampunya. Kakiku pun melangkah menuju kamar Kevin. Putra semata wayangku yang pulas dalam tidurnya. Kuusap lembut kepalanya dan kucium keningnya. Kulihat isi kamarnya dan disamping mejanya ada sebuah buku harian kecil. Hei.. putraku menulis buku harian. Sejak kapan?
Kubuka lembaran demi lembaran.

*****
Papa sangat tampan dengan jas hitamnya. Tapi dia tak menoleh padaku tadi. Dia buru-buru pergi dengan paman Johan.”


*****
Hari ini aku dan mama berlibur ke taman kota. Mama menungguiku bermain ayunan dan memanjat. Senyumnya sangat manis. Tapi sayang papa tidak ikut. Kata mama, papa sedang ada urusan dikantor.

*****
Hari ini aku mendapatkan kado robot dari papa. Tapi papa tidak memberi robot itu langsung padaku, kata mama papa masih di Jogja untuk urusan bisnis.

*****
Terima kasih Tuhan, karena kau memberiku waktu tiga jam untuk bersama papa. Aku bisa mengobrol dengan papa. Tadi papa dan aku tidak mendapatkan ikan, tapi aku bahagia, walau tanpa ikan tetap ada papa disampingku. Terima kasih Tuhan. Semoga aku bisa melewatkan setiap sore seperti ini.

*****
kuhapus air mata yang menetes diujung mataku. Maafkan papa sayang. Selama ini papa selalu mementingkan target tanpa berfikir bahwa kau dan keluarga kita membutuhkan moment-moment untuk bersama.
Kutinggalkan kamar putraku dengan mata sembab. Kubuka kamarku sendiri dan mendapati istriku yang semakin pulas. Kudekati tubuhnya dan kuusap pipinya. Kuciumi keningnya dengan air mata yang masih tumpah.
“I love you”
Istriku terbangun dan mendapatiku menangis. Dia kebingungan dan mendekapku.
Ada apa pa?”
“Maafkan papa ma,”
Aku tak bisa meneruskan kata-kataku dan hanya kurebahkan kepalaku dalam dekapan istriku. Tanganya menepuk lembut punggungku dan mengusapnya.
“I love you too.”


No comments:

Post a Comment

Leave comment