18 May 2011

Spring

Di vila keluarga mereka, hujan deras menyelimuti malam, udara semakin dingin diluar. Wanita itu berlari kecil menuju halaman vila. Tangannya menutup sebagian rambutnya yang tergerai. Dibukanya pintu vila dengan hati-hati, dua orang dewasa berbeda gender sedang berpagutan dengan birahi yang menyala-nyala. Dia hanya terdiam, sesaat kemudian wanita berambut sebahu itu sengaja mengetukkan jarinya didaun pintu. Dua orang dewasa yang berada didepannya sontak kaget dan ada gurat ketakutan di wajah mereka, segera kedua tubuh itu saling menjauh dan merapikan diri masing-masing. Wanita yang tubuhnya berdiri disamping pintu hanya tersenyum hangat ke arah laki-laki didepannya.
“Segeralah pulang, kutunggu mas dirumah.”
Dia berbalik, menghidupkan mesin mobil putih miliknya, meninggalkan dua orang dewasa didalam vila yang berada dalam kebisuan.
“Kumohon jangan pergi.”
Wanita itu menarik tangan laki-laki yang baru saja diciumnya, namun hanya tepisan tangan yang ia terima. Laki-laki itu meninggalkannya sendiri didalam vila. Ia menangis. Mendekap tubuhnya sendiri dengan erat.
*****
Di ruang keluarga, dengan lampu temaram dan penghangat ruangan yang dinyalakan, Lidia dan laki-laki itu berbicara.
“Sayang, jika itu hanya karena dendam, hentikanlah. Karena hanya akan ada kedukaan jika diteruskan, kau dan dia akan terluka. Namun jika kau memang mencintainya, menikahlah dengannya dan tinggalkan aku. Itu akan lebih baik bagimu.”
Lidia berbicara ditengah kebisuan pria yang duduk disampingnya. Disentuhnya bahu yang lebar yang biasa ia peluk didepan tempat ia duduk. Pria itu tak bergeming.
“Suamiku, kau tahu bahwa kebahagiaanmulah yang terpenting dalam hidupku. Jika kau bahagia bersamanya, aku tak akan menangis saat kau meninggalkanku. Namun jika kau bahagia bersamaku, tinggallah. Karena aku juga bahagia saat bersamamu. Jika kau sudah tenang, tidurlah dikamar. Ruangan itu masih milikmu, milik kita berdua.”
Ditinggalkannya pria itu duduk termangu diruang keluarga. Lidia masuk kedalam kamar dan meneteskan air mata. Ditahannya sebisa mungkin agar ia tak bersuara. Ingatannya kembali ke masa lalu, ke skandal yang pernah ia lakukan. Namun suaminya dengan berbesar hati masih mau menerimanya. Dan kini skandal itu terulang.
“Andai aku bisa memutar waktu, tak akan kulakukan itu”. Gumamnya dalam hati.
*****
Diruang keluarga, Rendra meneteskan air mata.
“Apa yang harus kulakukan?”

Bersambung….

No comments:

Post a Comment

Leave comment