15 April 2011

Menjadi Mentri Keuangan?



Setelah berubah status menjadi istri, nantinya seorang wanita akan berprofesi macam – macam. Menjadi apakah dia? Koki rumah tangga, cleaning service (hmmm…kok terlalu gimana gitu ya?), mentri keuangan, laundry dan… ada lagi yang belum kesebut? Ntar tambahkan sendiri ya.

Ngomong – ngomong tentang semua pekerjaan diatas, saya lebih tertarik dengan perannya sebagai mentri keuangan. Menjabat sebagai mentri ternyata ada enaknya ada juga nggak lo. Enaknya kalo apa yang didebet sama dengan yang dikredit. Tapi ga enaknya ketika besar pasak dari pada tiang. Wah ini yang bisa bikin repot.
Misalnya saja uang belanja bulanan. Naluri perempuan setiap melihat barang atau yang berbau bau diskon gitu pasti inginnya belanja. Tapi terkadang ini malah melupakan barang belanjaanya yang utama.

Ketika diawal bulan ia diberi jatah suami uang untuk bulanan. Dan uang itu harus digunakan secukupnya untuk kebutuhan satu bulan. Nah ini tantangannya. Bisa tidak dia memanage keuangan keluarga. Kalo ga bisa, ini juga bisa jadi bahan pertengkaran diantara pasutri. Akibatnya suami akan menganggap bahwa istrinya tidak becus mengurus keuangan. Yang awalnya gaji suami diberikan ke istri semuanya, akhirnya hanya diberikan separo dan sisanya tetap dipegang suami atau malah istri hanya akan diberi jatah uang belanja harian, ini berarti uang akan langsung dikontrol oleh suami. Kalo masalah ini ya enaknya dibicarakan bareng-bareng gimana baiknya. Toh rumah tangga itu kan bukan hanya milik istri saja atau suami saja kan, melainkan milik keduanya.

Dirumah saya sekarang, lebih tepatnya rumah orang tua saya (^_^). Karena saya belum mempunyai rumah sendiri. Saya tidak sepenuhnya menjadi mentri keuangan keluarga, karena memang posisi saya bukan pemain inti. Ayah saya akan memberikan uang belanja sebesar Rp. 15.000,- setiap harinya. Itu harus cukup untuk belanja dapur. Sekali lagi hanya untuk keperluan dapur. Untuk keperluan lain seperti gas, listrik dan iuran – iuran desa, ayah saya sendiri yang mengaturnya. Kembali lagi ke topik sebelumnya, keperluan dapur. Mulai dari beras, gula, garam, minyak, bawang merah dan bawang putih beserta bumbu dapur yang lainnya. Semuanya harus cukup hanya dengan uang 15rb itu. Alhamdulillah semuanya cukup karena ada beberapa kemudahan, diantaranya kebutuhan pokok dalam memasak tidak harus dibeli setiap harinya. contohnya beras, gula, garam, minyak goreng dan bumbu dapur lainnya. Jadi ketika mereka sudah ada kita tinggal membeli bahan yang akan kita olah. Lain lagi jika ternyata kebutuhan pokok itu ada yang habis. Contohnya minyak goreng yang cepat habisnya. Maka harus pinter pinter ngatur ini, soalnya kalo ga, uang 15rb bisa jadi tidak cukup. 

Kalo berbicara cukup dan tidak cukup, ini akan merembet pada masalah prioritas. Terkadang wanita khususnya paling susah mengontrol nafsu belanja. Apalagi kalau barang bagus dan harganya murah lagi, wah alamat kita akan berbondong bondong kesana. Masalahnya “penyakit” ini yang sering membuat kita lupa dengan prioritas pertama yang sebenarnya ingin kita beli.  Untuk masalah yang satu ini saya mempunyai kiat khusus. Beruntung juga saya diberi sifat pelupa, hehehe…. Oleh karenanya saya selalu membuat list untuk apa saja yang akan saya kerjakan. List ini juga saya buat ketika saya ingin kepasar membeli barang – barang yang lebih banyak.  Ini juga yang membuat saya tidak terlalu lama-lama ketika dipasar. Disamping membuat praktis dalam berbelanja, sisa uang belanjaan kita bisa kita simpan untuk hari selanjutnya.  Terkadang nenek yang sering ikut saya kepasar selalu “komplain” kenapa saya selalu cepat berbelanja. Ya karena memang apa yang saya cari semua sudah saya dapatkan. Kalau sudah ya tinggal pulang. Hehehehe…. Tapi terkadang kami mampir ke penjual jajan untuk membeli timus. Jajan pasar yang dibuat dari ketela. Ini adalah makanan kesukaan kami ketika kami dirumah.
Sepertinya list ini sangat membantu untuk memanage apalagi jika uang yang ada ditangan saya tidaklah terlalu besar.

Usaha lainnya dalam menjadi mentri keuangan adalah mencatat semua rincian keluar masuknya uang. Meski terkesan perhitungan dan pelit, namun cara ini terkadang membuat kita terbelalak juga lo dengan besarnya nominal yang kita keluarkan setiap bulannya. Dari rincian ini kita bisa lihat kemana uang kita pergi setiap bulannya. Dan juga untuk mericek kebutuhan-kebutuhan yang tidak seharusnya kita beli saat itu dan terbeli. Ini kembali lagi pada prioritas. Hm…. Kalo sudah seperti ini siap ga ya jadi mentri keuangan sungguhan?


No comments:

Post a Comment

Leave comment