Hm… melihat foto-foto jadul jaman SMA ternyata membuat geli juga ya. Nostalgia dengan tingkah laku kita sewaktu menjadi warga eS eM A terkadang membuat kita manggut-manggut atau justru geleng-geleng sambil berkata “Waow ternyata dulu aku seperti itu ya?”. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Rasanya baru kemarin saya merasakan euforia kelulusan dan isak tangis sahabat antara syukur dan kecewa karena ada beberapa yang tidak lulus. Kenakalan dan persahabatan tak jarang persaingan pun ikut dalam keseharian kami.
Bagi saya pribadi, atau mungkin bagi sebagian besar orang masa SMA adalah masa yang paling menyenangkan, masa yang paling indah. Seperti lirik lagu, tapi saya lupa judulnya.
Tiada kisah paling indah, kisah kasih disekolah.
Andaikata diberi waktu sekali lagi untuk kembali, saya pun tidak akan mau kembali, hehehe… karena kehidupan saya ada disini. Bukan berarti saya membenci waktu SMA, tapi biarlah waktu itu menjadi frame indah dalam koleksi foto kehidupan saya. Sewaktu SMA saya mempunyai tiga orang sahabat, namanya Atut, Hesti dan Nur. Dengan mereka saya banyak menghabiskan waktu bersama selama disekolah, bahkan tidak jarang berlanjut setelah jam sekolah usai. Artinya kita main – main dulu ke rumah salah seorang dari kita.
Sepulang sekolah kami berencana ingin pergi kerumah Nur. Karena beberapa hari sebelumnya kami berencana ingin mencari buah juwet. Kebetulan bulan ini adalah bulan buah itu sedang berbuah lebat. Meluncurlah kami kerumah Nur. Tak sampai 15 menit kami sudah menselonjorkan kaki diteras rumah. Disambut dengan sapaan hangat dari bapak (bapaknya nur), bapaknya ini punya senyuman yang manis lo. Dilanjut dengan kedatangan ibu dari hutan mencari kayu bakar. Setelah dirasa cukup melepas lelah, kami bersiap siap akan berangkat. Oleh ibu, kami dibawakan tas kecil untuk tempat juwet kami nanti. Dan oleh bapak kami diberi arit (bahasa indonesianya apa ya?) untuk menebang ranting-ranting sewaktu kami memasuki hutan. Tapi kami belum berangkat, karena pemandu jalannya belum datang. Sebenarnya kami ingin berangkat berempat. Tapi bapak dan ibu khawatir, secara srikandi-srikandi mau naik gunung, alhasil kami harus menunggu keponakannya Nur yang saat itu masih duduk dibangku SMP untuk mengawal kami.
Perjalanan pun dimulai. Kami menyusuri desa dan naik kehutan. Gunung yang akan kami naiki harus melewati hutan sebagai jalan setapaknya. Arit yang diberikan bapak pun sangat berguna karena banyak semak dan ranting-ranting kering yang mengganggu perjalanan kami. Setelah melewati hutan, kami pun bersiap naik. Jalanan yang kami lalui pun berbatu, berkerikil, licin dan menanjak. Tak jarang kami harus berhenti beberapa saat untuk menghela nafas. Saat itu sandal kami pun sempat terputus karena harus melewatu batu-batuan yang banyak. Bertelanjang kakipun membuat telapaknya menjadi agak sedikit lecet. Tapi kami terus naik dengan harapan segera bertemu dengan pohon juwet.
Tak lama kemudian pohon yang kami caripun sudah nampak. Wah senang sekali hati kami. Segera kami berpencar untuk memetik buahnya. Dan aku mengekor pada Nur. Karena dia jago dalam panjat memanjat, kuserahkan urusan memetik padanya. Dan aku hanya menerima lemparannya dari atas sambil beberapa memasukkan buah itu kedalam mulutku, hehehe…. Nyami.
Melihat Nur asyik memetik diatas, aku pun ingin naik juga. Dengan ketrampilan seadanya aku naik keatas dan ikut memetik, tapi aktifitasku berhenti ketikan melihat pemandangan dibawahku. Waow…. Aku bisa melihat daerah kawedanan dan desa desa kecil desekitar gunung. Sangat menakjubkan.
Tak terasa kami pun kenyang dan tas kecil pemberian ibu sudah penuh dengan pohon juwet. Dan hari pun sudah petang. Akhirnya kamipun bergegas untuk turun gunung. Perjalanan hari itu sangat menyenangkan bagi saya. Ada beberapa tempat yang sangat kami senangi, bakso pojok dipasar, dikelas sambil menikmati dadar jagung buatan kopsis, gunung sambil menikmati pohon juwet dan sarangan. Miss you friends.
No comments:
Post a Comment
Leave comment