31 March 2011

Haruskah dicharge?



Beberapa hari yang lalu saya merasa kehilangan sesuatu dalam diri saya. Rasa tidak nyaman karena sesuatu yang hilang itu  membuat saya ingin rasanya keluar dari rumah dan menemukannya kembali. Apa? Itu yang masih saya cari.

Meminta izin ke orang tua untuk keluar rumah pun dilakukan, meski pun orang tua saya khawatir karena anak gadisnya akan pergi jauh. Setelah surat izin turun saya pun tidak langsung bergegas pergi. Sempat tarik ulur dengan emosi membuat saya menunda keberangkatan saya selama beberapa jam. Dan akhirnya saya pun mantab ingin pergi dan berharap bisa menemukannya kembali.

Mengeluarkan si Azza dari rumah dan mengendarainya perlahan menuju terminal sambil menikmati sepoinya angin saat melewati sawah-sawah. Namun harus menahan nafas beberapa saat ketika mencium asap knalpot dari motor-motor modif dijalan. Dua puluh menit perjalanan sampailah saya ke terminal. Saya parkir motor dan bilang ke bapak parkir bahwa saya akan pulang besok paginya. Si bapak menanyai saya “Mau kemana neng?”
“Ke Pare pak”.
Saya berjalan menuju loket karcir dan menyodorkan uang dua ratus perak untuk ditukar dengan kertas peron. Pintu peron pun terlewati dan saya menemukan bis lengang jurusan Surabaya. Sengaja saya duduk dideretan belakang untuk melihat orang-orang didepan saya. Lima menit menunggu dan tidak nampak ada penambahan penumpang membuat saya berubah fikiran untuk duduk di deretan depan. Kursi nomor tiga barisan kiri tempat saya menyandarkan kepala menatap setiap pemandangan yang kami lalui dengan kecepatan sedang.

Sesampainya di daerah Nganjuk bis mulai terisi dengan penumpang yang penuh sesak. Tak ketinggalan pula pengamen dan pedagang asongan yang siap menjejali bis yang kini sudah penuh. Berjalan dibagian tengahnya sambil menjajakan barang bawaanya, atau sekedar menghibur dengan satu dua lagu dari penyanyi papan atas negeri ini. Melihat lalu lalang mereka di kesesakan bis membuatku sempat berfikir “Apa yang sedang mereka fikirkan?”

Mirip dengan pertanyaan salah satu jejaring sosial “Apa yang sedang anda fikirkan?”. Pertanyaan itulah yang memenuhi otak saya. Apa yang saya fikirkan sehingga saya naik bis ini menuju desa kecil di pelosok kediri sana. Apa yang sedang cari?
Setibanya di Jombang saya oper bis jurusan trenggalek, dan lagi lagi saya naik bis yang sepi penumpang. Hanya terlihat beberapa orang yang ada didalamnya dan beberapa pedagang asong yang tetap semangat menjajakan barang jualannya meskipun tak satupun dari kami mau membelinya.

Semangat. Ya kata itulah yang belakangan ini hilang dari dalam diri saya. Semangat untuk melakukan sesuatu. Bis pun melaju dengan cepat. Tak butuh waktu sampai tiga jam penuh saya pun tiba di Pare. Disambut dengan gerimis hujan diteruskan dengan kedatangannya yang lebat membuat saya ingin secepatnya sampai di kost. Kostan lama saya yang sering membuat saya rindu. Rindu akan canda tawa yang ada disana. Rindu akan kebersamaan yang tercipta disela-sela kesibukan kami dalam menjalani program harian. Rindu akan kekerabatan kami yang erat meskipun kami bukan dari keluarga yang sama. Ah.. semuanya.

Setibanya di kost saya disambut dengan pelukan hangat sahabat yang masih tinggal disana. Kami pun akhirnya bercerita banyak hal. Senang melihat mereka bergulat dengan ilmu-ilmu mereka. Bahagia mendengarkan setiap pertanyaan yang sarat ilmu yang menghiasi disela-sela percakapan kami. Dan akhirnya saya menemukaanya. Semangat saya. Kedatangan saya kesini salah satunya untuk mencharge semangat saya. (hahahahha…. Seperti HP saja di charge)

Ya, semangat memang perlu dicharge atau diisi ulang. Ketika dia sudah menipis dan bahkan terancam habis segeralah mengisi semangatmu kembali. Karena dengannya kau bisa melewati semuanya dengan penuh antusias dan gairah hidup. Apalah jadinya hidup jika tak ada semangat menjalaninya. Bukankah sama saja bila saya sebut “Zombie” atau mayat hidup. Melakukan sesuatu tanpa merasakan taste nya. Bukankah akan lebih indah jika kita melakukan sesuatu dan kita bisa menikmatinya?

Terima kasih sahabatku, kalian membantuku mengisi ulang semangat yang hampir habis ini.


Are You Ready ?



“Abi, bahasa inggrisnya tangan apa bi?”. Tanya si kecil Fadhil pada abinya yang sedang membaca buku diruang tamu.
“Hand.”
Fadhil manggut manggut sambil melihat tangannya.
“Hand”. Dia berteriak riang didekat abinya sambil melihat kearah umiknya yang sedang menyiapkan makan malam didapur. Umik hanya tersenyum melihat jagoanya belajar dengan riang bersama abinya.
“Abi abi, tangan itu yang mana sih?” dia menarik lengan baju abinya.
“Ya ini, dari ujung pundak sampai jari kamu.”
Fadhil mengamati tangannya. Dia mengangkat bagian tubuhnya itu keatas. Meraba dari ujung pundak sampai jari jarinya yang kecil.
“Abi, trus kalo lengan tu yang mana?”
“Hm… lengan? Dari pundak sampai tengahnya.” Si Abi mulai garuk- garuk kepala, merasa tidak yakin dengan jawaban yang diberikan pada putra semata wayangnya.
“Ow.. ini namanya lengan.” Fadhil kembali meraba bagian tubuh yang ditunjukkan abinya.
“Abi, yang tengah ini namanya apa?”. Dia menunjuk batas siku sampai pergelangan tangan.
“Hm..Hm….apa ya dhil?”.  Abi mulai melihat dengan serius dibagian tangannya.
“Bi, umik kemaren bilang mau beli baju lengan panjang buat abi, kenapa namanya baju lengan panjang? Kata abi tadi ini kan tangan. Kenapa ndak dinamai baju tangan panjang bi?”
Si abi mulai garuk-garuk lagi memikirkan jawaban.
“bi, bi… berarti kalau bajunya pendek segini namanya baju tangan pendek ya bi?” Ucap Fadhil sambil kembali menyentuh sikunya.
Si Abi mulai berkerut dahi, daannn..
“Umiiiiiiik… bantu abi”.

Pernah mendapatkan pertanyaan diatas? Seringkali kita mengetahui sebuah kata atau kalimat namun saat ditanyai apa sih definisi dari kata atau kalimat yang kita sebutkan kita justru gelagapan dalam menjawabnya, terlebih jika harus menjabarkan dalam arti yang simple atau mudah dimengerti. Sebagai seorang dewasa yang sering berkutat dengan hal-hal yang “rumit” seringkali fikiran kita ikut rumit juga. Dalam artian terkadang kita tidak bisa menjabarkan sesuatu dengan lugas dan gamblang kepada orang-orang yang mungkin awam atau contohnya anak kecil. Jiwa mereka yang kritis dan rasa ingin tahu yang sangat besar mendorong mereka untuk bertanya dan terus bertanya kepada orang didekatnya. Salah menjawab dan menjelaskan pada mereka akan berakibat sampai mereka dewasa. Jawaban jawaban itu akan terekam di otak mereka suatu saat jika mereka mendapatkan pertanyaan yang sama di kemudian harinya. Dari hal itulah kenapa calon orang tua harus banyak belajar untuk mempersiapkan diri menghadapi “Enstein-Enstein” muda yang akan lahir dikemudian hari.  

“Bi..buatin adek buat Fadhil bi..”
“Bi, gimana caranya Fadhil lahir?”
“Bi, Alloh tu dimana sih?”

Are you ready?

29 March 2011

~ Dalam Sayatan Waktu ~



~ Dalam Sayatan Waktu ~

Detik bergulir tanpa terasa
Secuil demi secuil pergi
Seakan hilang secara sembunyi – sembunyi
Meninggalkan banyak kepingan kaca yang berserakan
Tak sadar diri ini kau tinggalkan
Karena kuyakin Besok pasti akan datang
Dan kau tertawa padaku

“ Kau berteriak kencang
Detik demi detik meninggalkanmu
Apakah kau tahu?
Besok belum tentu kau bisa menemuiku “

Ya ….
Aku memang tidak tahu besok akan bertemu denganmu?
Atau tidak
Dan kau tak sedetikpun berhenti
Untuk mengatakan padaku
Waktumu hanya tinggal satu hari

26 March 2011

Sadarlah!!!




Seringkali aku bangga akan amal ibadah yang kulakukan
Padahal aku tidak bisa menjamin, apakah amal itu diterima?
Seringkali aku merasa bangga dengan banyaknya sedekah yang kuberikan
Padahal aku tidak bisa menjamin,
Apakah keikhlasan menyertaiku?
Atau justru pujian orang lainkah yang kuinginkan?
Seringkali aku sombong dengan ayat Al Qur’an yang kulantunkan
Padahal aku tidak bisa menjamin
Apakah aku sudah membacanya dengan benar?
Sesadar sadarnya aku sadar
Allah selalu melihatku,
Namun belum bisa kulepas diri ini dari kemaksiatan
Sesadar sadarnya aku sadar
Allah selalu mendengarku bahkan apapun yang terbersit dalam hati
Namun tetap saja aku belum bisa menjaga lisanku
Sadarlah wahai jiwaku
Ampuni hamba ya Robb…

25 March 2011

~ Aku menulis maka aku ada ~

Dunia ini tak akan bisa terekam indah hanya dengan mengandalkan memori otak saya yang terkadang bisa terserang “lupa” dikemudian harinya. Untuk merekamnya saya memerlukan bala bantuan. Salah satunya adalah dengan menulis buku diary. Bagi saya menulis adalah kolaborasi antara hati dan pikiran. Hihihi.. apa yang saya rasakan dihati nantinya akan menyerang pikiran saya jika tidak tertuang dalam media apapun. Menumpuk dan terus menumpuk sampai membuat sebuah sarang dalam kepala saya. Oh… tidak… (lebay).

Sejak kecil saya terbiasa dibelikan majalah bobo oleh nenek saya. Setiap hari minggunya bahkan terkadang seminggu dua kali nenek saya selalu hunting ke toko loak untuk sekedar membeli buku-buku yang layak baca untuk saya. Kebanyakan buku yang dibeli oleh nenek saat itu adalah tentang sejarah kerajaan dan dewa dewi di india sampai satu buku yang saat itu saya paling suka dari sekian buku yang dibeli oleh nenek, yaitu buku Sakuntala. Buku itu bercerita tentang seorang gadis cantik yang disebuah desa yang kemudian dia bertemu dengan seorang pangeran dan akhirnya menikah. Kebersamaan mereka tidak berlangsung lama karena sang pangeran harus kembali ke istana. Akhirnya Sakuntala ditinggal sendiri didesa dan kemudian didatangi oleh seorang iblis yang mencintainya. Selanjutnya kalian baca sendiri ya, soalnya saya juga sedikit lupa. Saya menyukai buku itu karena ceritanya bagus dan terutama gambarnya. Begitu detail untuk menggambarkan kecantikan, kekejaman iblis dan pemandangan desa. Wah pokoknya TOP banget. Sayangnya buku itu sudah hilang sekarang. Hiks..hiks…hiks…

Berawal dari buku buku yang dibelikan oleh nenek di toko loak itulah saya mulai keranjingan baca. Setiap minggu saya selalu menagih nenek saya untuk dibelikan sebuah buku bekas di toko loak untuk saya baca. Dan setelah membaca, nenek memberikan tugas pada saya untuk menceritakan ulang apa yang sudah saya baca. Jadinya tiap malam kami selalu menghabiskan malam dengan bercerita. Namun yang menjadi pencerita adalah saya, bukan nenek saya. (kebalik ya, haruse kan yang lebih tua yang bercerita. Sutralah).

Kebiasaan bercerita itulah yang membuat saya selalu ingin bercerita setiap harinya. Ada saja yang ingin saya ceritakan pada nenek tentang semua yang saya alami dirumah, disekolah, dengan teman ataupun ketika saya bermain rumah rumahan dari pasir. Nenek sangat senang mendengarkan cerita saya, namun terkadang karena capek nenek mendengarkan cerita saya dengan terkantuk kantuk. Akhirnya suatu hari saya memutuskan untuk membeli sebuah buku tulis. Saya mulai menuliskan semua uneg uneg saya disana. Apapun yang saya rasakan tertuang dalam sebuah buku tulis itu. Namun ada ganjalan dihati karena buku kan tidak bisa menanggapi apapun ketika kita menceritakan sesuatu. Lalu saya memaksakan “menghidupkannya” dengan memberi dia nama. Zahra, nama yang saya berikan pada buku harian saya yang pertama. Bersama zahra, saya mempunyai teman imajiner. Meskipun dia tidak bisa tertawa ketika saya menceritakan hal yang lucu atau sedih ketika saya menceritakan sesuatu yang membuat hati saya tidak enak, Tapi saya sudah puas karena dia selalu ada untuk mendengarkan celotehan saya.

Berhari hari ditulisi, buku harian pertama saya pun penuh dan minta pengganti. Dan ketika mendapati buku harian saya penuh, saya membakarnya. Saya sempat sedih ketika membakarnya. Padahal itu hanya sebuah buku. Dan berlajut ke buku kedua, ketiga dan seterusnya.

Ketika saya pulang kerumah beberapa minggu yang lalu dan membereskan semua barang yang ada dikamar saya, saya menemukan tiga buah buku yang familiar bagi saya, dan ternyata itu adalah buku harian saya ketika saya SMA dan kuliah. Membuka lembaran-lembaran itu mengingatkan saya akan kenakalan-kenakalan saya. Tersenyum ketika membaca ulang. Lucu. Saya tidak habis pikir karena pernah melewati semuanya. Sekarang saya tidak pernah menulis buku harian lagi. Terakhir saya menulisnya ketika selesai skripsi, satu tahun yang lalu. Apakah saya rindu untuk menulis buku harian lagi? Tidak. Saya hanya rindu menulis. Menuangkan semua uneg uneg yang ada diotak saya. Saya menulis maka saya ada. Meski sekarang saya tidak pernah menulis buku harian, namun lewat halaman-halaman inilah saya mencoba menulis lagi.


Mama aku ingin bunuh diri!!!

    Pagi menjelang siang disebuah ruang tamu. Kevin, seorang bocah berusia 4 tahun sedang asyik menonton sinetron kesayangannya. Dia begitu serius memantengi adegan demi adegan dilayar kaca. Mendengarkan secara seksama dialog demi dialog yang diucapkan oleh aktor aktor di kotak ajaib tersebut. Sedangkan ibunya tengah sibuk menyiapkan makan siang untuk mereka berdua. Sang ibu hanya memastikan bahwa anaknya diam saja didepan televisi, kemudian sang ibu melanjutkan aktifitasnya. Sampai suatu ketika Kevin naik ke atas meja dan berteriak pada ibunya “Mama, aku ingin bunuh diri!!!”.

    Sontak ibunya terkejut. Dia menghentikan sejenak aktifitasnya dan menghampiri putra bungsunya tersebut. Dia gugup mendengar teriakan Kevin,  namun tidak ingin menunjukkan kegugupannya dimata anaknya.
“Kenapa bunuh diri? Nanti jatuh sayang. Kan sakit.”
“Kevin mau kayak kak Niko.”
Ibunya mengernyitkan dahi.
“Kak Niko siapa sayang?”
“Itu, di TV. Kak Niko mau bunuh diri karena ditinggal kak Cintya.”
Sang ibu menoleh ke arah televisi dan mendapati adegan sinetron dimana sang aktor utama mencoba bunuh diri karena ditinggal pergi sang kekasih. Sang ibu kemudian menghela nafas dan mengajak si anak turun dari meja.

    Mungkin adegan tersebut dirasa biasa saja bagi kita. Terutama dengan semakin menjamurnya acara sinetron ditelevisi. Betapa banyaknya anak anak yang menonton acara yang sebenarnya tidak cocok dengan mereka. Bahkan terkadang juga tidak cocok untuk dikonsumsi kalangan yang sudah tidak bisa dikatakan “anak-anak” lagi.

    Menjamurnya program sinetron dipertelevisian Indonesia yang kebanyakan hanya menjual mimpi, dan tidak menginjak bumi. Hanya menceritakan cerita-cerita yang “laku” dipasaran bahkan ceritanya jauh dari realita. Cerita dengan kalangan kelas atas, drama percintaan yang dibumbui dengan konflik konflik yang terkadang mempertontonkan kekerasan dan perkataan perkataan kasar yang sering dilontarkan aktor. Secara tidak langsung ini hanya semakin “membodohkan” masyarakat. Dan apabila ini juga dikonsumsi oleh anak anak, akan banyak sekali “Kevin” di sekitar kita. Apakah kita tidak miris jika perkembangan anak kita hanya dicekokin dengan hal hal tersebut. Ketika usia tersebut merupakan masa tumbuh kembang mereka. Ibarat sebuah bangunan masa itulah yang akan menjadi pondasi kedepannya.

    Banyaknya sinetron striping atau kejar tayang pun terkadang juga menimbulkan efek negatif bagi masyarakat dan anak anak. Dimana mereka terus menerus melihat mimpi yang tidak sesuai dengan kehidupan realita. Namun yang disayangkan masyarakat juga menyukai hiburan semacam ini. Opini mereka dengan melihat sinetron fikiran mereka menjadi fresh. Hm.. pendapat yang terkadang membuat miris. Akan tetapi ada juga sinetron yang berbobot dan patut untuk dilihat.

    Jika dilihat perkembangan sinetron, terjadi perbedaan yang mencolok antara sinetron sekarang dan dulu. Saya rasa sinetron – sinetron dulu masih jauh lebih berkualitas dibandingkan dengan sinetron sekarang. Penayangannya pun tidak setiap hari seperti yang kita lihat sekarang. Sebut saja sinetron “Losmen” yang tayang sebulan sekali, “Si Doel anak sekolaha” yang tayang seminggu sekali, “Keluarga Cemara”. Dari ketiga contoh diatas ceritanya berbobot dan banyak hal yang bisa kita pelajari. Bagaimana kerasnya perjuangan mencari ilmu, bagaimana giatnya kita bekerja, bagaimana kita bersosialisasi dengan masyarakat. Namun menjamurnya sinetron dipertelevisian dan senangnya masyarakat bahkan anak anak menontonnya tidak bisa disalahkan begitu saja. 

Itu terjadi karena tidak ada pilihan lain atau program lain yang ditawarkan.

    Akibatnya ya mau tak mau hanya itulah yang bisa mereka tonton. Dulu sinetron tayang seminggu sekali atau bahkan sebulan sekali karena banyak program yang menghiasi televisi, seperti program olahraga, program berita dan aneka program lain yang notabene menambah wawasan kita tentang indonesia entah itu dari budayanya atau dari segi geografisnya. Alangkah lebih baiknya jika program program seperti ini juga menjamur dipertelevisian kita sehingga kita tidak hanya menonton roman picisan saja.

    Lalu apakah kita tidak boleh menonton sinetron sebagai hiburan? Boleh boleh saja asalkan kita juga memilih dan memilah sinetron mana yang pantas untuk kita tonton. Atau lebih baiknya kita menonton acara atau program program yang bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita. OK. Maju terus pertelevisian Indonesia.

~ Boleh aku Curhat ~

    "Boleh aku curhat?"
Pernah mendengar kata- kata seperti ini? Atau malah sering? (^_^) Saya kira kita pernah mendengar kalimat seperti itu. Ketika seseorang datang kepada kita lalu berkata “Boleh aku curhat?” atau tanpa mengatakan sepatah kata pun sebelumnya dan dia mulai menceritakan permasalahan yang dia alami.

    Menjadi seseorang yang “curhat” terkadang sangatlah gampang meski tidak semua karakter manusia akan merasa mudah ketika harus menceritakan permasalahan yang dia hadapi. Yang lebih sulit adalah ketika menjadi seseorang yang “Dicurhati” atau dalam kamus saya, saya sebut dengan konselor. Kenapa saya bilang sulit? Hehehe.. karena pada dasarnya kita adalah orang yang selalu ingin “NGOMONG” tidak perduli orang lain yang mendengarnya sudah berbusa atau belum. Ingin selalu diperhatikan meski kita jarang memperhatikan. Ingin selalu memimpin walaupun kita belum bisa untuk dipimpin. (kok jadi kemana mana ya? Back to topic). Menjadi seorang pendengar atau orang yang dicurhati saya bilang gampang gampang susah.

    Sadar atau tidak sebenarnya orang yang curhat kepada kita belum tentu membutuhkan solusi dari kita. Tidak percaya? Buktikan nanti. Sebagian dari mereka hanya ingin didengar meskipun ada juga yang memang mencari solusi. Tapi kita sebagai seorang pendengar terkadang begitu “SOK” memberikan solusi padahal bukan itu yang pencurhat inginkan. Cukup dengarkan saja itu sudah sangat membantu dia. Namun lain halnya jika dia meminta anda untuk membantu mencarikan solusinya.

    Penjadi seorang konselor juga tidak usah terlalu banyak basa basi. Jangan memegang tangan si pencurhat jika dia sedang bercerita. Karena dengan begitu sama saja kau bilang padanya “kau rapuh”. Jangan memeluknya ketika dia sedang menangis, karena sama saja kau berkata padanya “kau membutuhkan sandaran”. Dengarkan saja dia bercerita. Biarkan dia  menikmati “rasa sakitnya”. Bukan berarti kita belajar untuk menjadi kejam pada orang lain lo. Bukan itu maksud saya. Saya bilang biarkan dia menikmati “rasa sakitnya” adalah membiarkan dia sejenak mengulas sendiri kenapa hal hal yang membuat dia tidak nyaman bisa mereka rasakan. Ini sekaligus membantu mereka untuk berinstrospeksi diri. Namun jangan juga mendengar hanya menggunakan satu telinga dan keluar dari telinga yang lainnya juga. Bisa bisa kita kena jitak.

    Trus gimana dong? Coba kita dengarkan dengan hati kita. Bagi seseorang yang memang gampang curhat, membicarakan masalahnya akan terasa begitu mudah dan melegakan bagi mereka, namun bagi sebagian bisa jadi terlalu sulit karena hal ini akan menyakitkan juga bagi mereka mungkin ketika menceritakan permasalah yang mereka alami. Mencoba mengingat ingat kembali sesuatu hal yang tidak mereka sukai, atau hal yang membuat mereka tidak nyaman. Oleh karena itu sebagai seorang konselor sebenarnya kita belajar untuk menjadi seorang pendengar yang baik. Bukanlah seorang pencari solusi. Nah makanya belajar jadi pendengar yang baik yuk.

23 March 2011

Thank You

Senyumnya hari ini membuatku tersenyum
Tatapannya pagi ini membuatku teduh
Sentuhanya hari ini membuatku tenang

    Pagi ini saya uring uringan tidak jelas jluntrungannya. Semua yang saya lihat seperti salah, tidak ada satupun yang benar atau paling tidak “SREG” di hati saya. Lama saya terdiam hanya untuk memikirkan apa yang membuat saya uring uringan seperti ini. Hanya duduk diruang tamu dalam keheningan menyelimuti diri. Saya bertanya pada diri saya sendiri. “Apa yang terjadi?”

    Tak ada jawaban, atau sebenarnya hati saya sedang tidak ingin menjawab?
“Apa yang terjadi?” 
saya tanya sekali lagi. Dan dia pun membisikkan saya beberapa kalimat yang menjadi penyebab saya uring-uringan. Oh ternyata karena itu. Saya menghela nafas dan mencoba untuk berdamai dengan diri saya sendiri. Saya beranjak dari tempat duduk saya dan pergi menuju kedapur. Sayur sayur yang sudah saya beli dan bahan- bahan yang akan saya masak saya siapkan semuanya. Saya sengaja memotong sayuran didepan TV dengan kondisi TV menyala agar saya tetap mendengarkan suara. Tak lama kemudian adik keponakan saya datang. Dia hanya diam disebelah saya. Sesekali saya melirik, apa yang sedang ia lakukan. Ia hanya melihat gerakan tangan saya memotong sayur dengan seksama. Kemudian dia berkata 

“Mbak an, napo?”
Seketika itu juga saya berhenti. Saya melihat bocah kecil itu.
“Cium mbak”. Perintah saya. Beberapa detik kemudian dia memegang kedua pipi saya dan menciumnya, dia juga mencium kening saya dan terakhir bibir saya. Entah kenapa seketika itu juga saya merasa tenang. Apalagi melihat senyumanya ketika selesai melepaskan pipi saya. Begitu mudahnya malaikat kecil ini meredam “emosi” saya. Dengan tingkah nya yang tidak dibuat buat. Dengan senyumnya yang merekah tulus, dengan….

Thank You.

Atas Dasar Apa?



Tak perlu membenci masa lalu
Karena dialah yang membentukmu
Tak perlu menyesali ataupun mencerca semua yang tidak kau miliki
Cukup bersyukur atas apa yang kau punya saat ini
Ingatkah kau???
Dia selalu memberi apa yang kau butuhkan
Meskipun tak selalu memberi apa yang kau inginkan
Dia memberimu sesuatu yang kau benci
Namun itu baik bagimu
Dia menjauhkanmu dari hal yang kau cintai
Karena itu amat buruk bagimu
Sadarkah kau Dia selalu mengabulkan permohonanmu
 Meskipun kau tidak berdoa
Lalu atas dasar apa kau masih saja mencecar atas apa yang hilang darimu
Atas dasar apa kau menyempitkan dada 
Hanya untuk membuatnya semakin kerdil
Atas dasar apa?

21 March 2011

~ Kalimat Inspirasi ~

Online bersama lapy dan blogwalking ke beberapa tempat untuk menyegarkan fikiran. Nah nyampek deh ditempatnya GUDANG AWARD. Di postingan teratas ada judul kalimat inspirasi. Hm.. bicara tentang kalimat inspirasi, sebenarnya banyak sekali kalimat yang menginspirasi saya, banyak kata bijak yang mewarnai kehidupan saya. Tapi mungkin ada satu kata yang sampai sekarang memotivasi saya.

TIDAK ADA KATA MENYERAH SEBELUM DIA ADA DIDEPAN MATA

Maksud dari kalimat ini adalah ketika kita mengharapkan sesuatu atau ingin mendapatkan sesuatu, kita terus memperjuangkannya. Tak perduli dengan kondisi kita saat itu, seperti apa kehidupan kita, yang penting kita fokus pada tujuan atau target kita. Bingung???

Ok, saya coba dengan permisalan ya. Misalnya saya sedang berlomba lari 500 meter (kurang jauh ya? Ya ntar bisa ditambahin sendiri). Disebelah kanan dan kiri saya terdapat beberapa atlet lari yang patut diperhitungkan. Kami berlomba lomba hanya untuk satu tujuan yaitu memimpin di depan atau menjadi pemutus pita digaris finish. Dalam situasi perlombaan seperti itu, ada kalanya dimenit menit tertentu saya merasakan nyali yang ciut. Bagaimana jika pelari yang lain mendahului saya. Bagaimana jika langkah saya terlampau lambat sehingga tidak bisa mencapai garis finish. Bagaimana dan bagaimana. Hanya kalimat-kalimat pesimis yang ada di otak saya.

tetaplah semangat menuju garis finish
Namun saya kemudian beranggapan bahwa saat ini “Saya belum kalah”. Saya masih dalam perlombaan. Keajaiban bisa terjadi dimenit bahkan didetik kapan saja jika Alloh berkehendak. Tugas saya hanyalah berusaha. Terus berusaha, berjuang dengan semaksimal kemampuan yang saya punya. Urusan hasil? Saya tidak peduli, meskipun saya sangat mengharapkan menjadi yang nomer satu di acara lomba ini. Bagi saya kalah adalah dimana kamu sudah melihat siapa pemenangnya atau disaat kita tahu bahwa ada orang lain yang sudah memutus pita digaris finish itu. Selama kita belum melihat siapapun berhasil memutusnya, berarti kita masih punya kesempatan. Jadi saya hanya berusaha.
Paham??? (berharap kalian mengangguk dan menjawab “YA”)
Ok kalau kalian sudah paham, terima kasih. Hehehe… ya itulah kalimat yang salah satunya menginspirasi saya.

Dimana Allah?



Aku adalah seorang ibu dengan satu anak laki – laki yang alhamdulillah sekarang dia menempuh pendidikan S1 di Al ahzar Mesir. Kisah ini sudah bertahun – tahun aku alami ketika anakku masih duduk di bangku pondok. Seperti biasa sebulan sekali aku dan ibu -  ibu lainya datang kepondok untuk menjenguk anak-anak kami . tentunya kami membawa makanan untuk mereka. Rata – rata dari semua ibu membawa masakan yang enak – enak seperti ayam goreng, opor, empal dll begitu pula denganku. Saat kami membuka bungkusan makanan, ada seorang ibu yang duduk didepanku, dia menawarkan makanan yang ia bawa. Semula aku mengira bahwa ibu itu yang kemudian kuketahui bernama bu Aminah, membawa daging empal, karena bentuknya kotak dan berwarna coklat. Ternyata dugaanku meleset. Bu Aminah hanya membawa tempe.
“Silahkan dicicipi bu.”
Beliau menawarkan makanan yang ia bawa. Lalu kamipun terlibat dalam perbincangan dan akhirnya saling bercerita.
“Bu, sebenarnya saya juga pengen lo mbawain anak saya ayam goreng seperti ibu – ibu yang lain. Tapi saya tidak punya banyak uang. Hanya sebatas tempe yang mampu saya berikan.”
Bu Aminah mulai bercerita sambil menahan suara seraknya karena sedih dengan apa yang ia rasakan. Ia pun juga menceritakan bahwa pekerjaanya hanyalah seorang buruh tani. Suaminya meninggalkan dia untuk menjadi TKI di malaysia, namun selama 2 tahun kepergianya sang suami tak pernah memberikan nafkah dan kabar berita. Akhirnya mau tak mau bu Aminah yang memegang setir perekonomian rumah tangganya. Dia kerja membanting tulang untuk menghidupi kebutuhan rumah tangga dan untuk menyekolahkan anaknya yang memang punya keinginan untuk bersekolah di pondok. Setiap bulannya bu Aminah hanya mampu memberikan uang dua puluh ribu untuk keperluan anaknya selama dipondok tipa bulannya. Bayangkan saja, hal itu berbanding terbalik denganku. Setiap bulannya aku mengirimi sejumlah tiga ratus sampai lima ratus ribu, sedangkan bu Aminah hanya mampu memberikan uang dua puluh ribu. Apakah itu cukup untuk mengcover semua keperluan anaknya? Namun memang hanya semampu itu bu Aminah memberikan. Alhamdulillah anaknya mengerti akan kondisi ibunya. Tiap bulanya si anak berpuasa Daud. Sehari makan dan sehari yang lain dia puasa. Dia berusaha agar uang dua puluh ribu yang diberikan ibunya itu cukup untuk biaya nya selama sebulan. Subhanallah….. pengertian sekali anak itu. Dan begitu tegar bu Aminah menerima keadaanya.
Beberapa tahun kemudian aku bertemu dengan bu Aminah lagi ditempat yang berbeda. Kami berdua sangat bahagia karena dipertemukan kembali. Sampai akhirnya bu Aminah mengajak saya untuk bercerita kembali.
“Bu, saya ingin menceritakan sesuatu pada ibu.” Kata bu  Aminah memulai permbicaraan.
“Oiya, dengan senang hati saya akan mendengarnya bu.” Ucapku berbinar .
Wanita itu menghela nafas panjangnya dan mulai bercerita.
“Bu, sekarang saya sedang menghadapi ujian berat.”
Aku terdiam mendengarnya . ujian apa gerangan?  Aku bertanya apakah sekarang dia sudah tidak bisa membiayai anaknya lagi atau dia sudah tidak bekerja lagi?
“Bukan bu, sekarang saya sudah tidak bertani lagi. Tapi saya menggembalakan kambing milik jurangan saya. Saya mempunyai juragan yang sangat baik. Malah sekarang juragan saya melamar saya agar mau dia nikahi.  Dan juragan saya juga berjanji akan menaikkan haji saya beserta anak saya”
Aku tersenyum mendengar penuturan ibu itu. Dalam hati aku berfikir seharusnya ibu itu bersyukur karena telah ada seorang pria baik yang menikahinya.
“Lalu apanya yang berat bu? Terima saja.”
Mendadak bu Aminah kaget mendengar jawabanku. Seakan tak percaya dengan apa yang barusan ku katakan. Lalu dia mengatakan sesuatu.
“Lalu di mana Allah bu?”
Satu kalimat yang menampar telak mukaku.
“Saya masih bersuami bu, meskipun suami saya sudah pergi lama bertahun – tahun dan tidak mengirimkan nafkah maupun surat, tetap saja saya masih sah menjadi istrinya karena saya belum pernah diceraikan. Dan saya yakin suami saya masih hidup.”
Astagfirullah ….. aku malu dengan kata – kata bu Aminah. Bagaimana tidak, selama ini aku rajin ikut liqo’ bahkan aku mulai ikut liqo’ sejak aku duduk dibangku perkuliahan. Sampai sekarang aku juga rajin mengisi liqo’ untuk orang lain, tapi Allah telah menegurku bahwa masih ada orang yang melebihi diriku meskipun dari segi fisik aku jauh lebih baik darinya. Bu Aminah lah salah satunya. Dia lebih baik dariku . dan teguran buatku agar aku tak sombong dengan apa yang sudah aku miliki. Agar aku selalu ingat bahwa setiap apa yang aku lakukan Allah senantiasa melihatku. Baik saat aku sedang melakukan kebaikan atau bahkan keburukan sekaligus. Allah tetap bisa melihatku. Sekalipun semua pintu sudah ditutup saat aku melakukan keburukan, namun pintu Allah padaku tetap saja terbuka dan tidak bisa sekalipun tertutup agar Allah tak bisa melihatku.



Di Titik Nadir



Harmoni Diri

Saat syahadat-ku sebatas ucapan
Saat shalat-ku sebatas gerakan
Saat shaum-ku sebatas kewajiban
Saat zakat-ku sebatas keharusan
Saat haji-ku sebatas kebanggaan
Saat itu pula…
Kesia-siaan terbesar ada pada diriku

Saat Islam-ku sebatas pakaian
Saat Iman-ku sebatas ucapan
Saat Ihsan-ku sebatas pengetahuan
Saat itu pula…
Ada penipuan terbesar dalam diriku

Saat kematian dianggap hanya cerita
Saat neraka dianggap hanya berita
Saat siksa dianggap hanya kata
Saat itu pula…
Kesombongan terbesar ada padaku

Saat takdir dianggap tak mungkin
Saat hidup kembali dipandang mustahil
Saat Tuhan dianggap nihil
Saat itu pula…
Kedurhakaan terbesar ada pada diriku

Bukankah aku memiliki hati?
Bukankah aku memiliki jasmani?
Dan bukankah aku memiliki akal budi?
Maka harmoniskanlah semuanya, Ya Robbi
Semata hanya untuk-Mu.

Agung_K_Suari, Tafakur-Gado Gado Simpang Lima

    Membaca puisi ini serasa mengingatkan saya akan dosa-dosa dimasa lalu dan sekarang. Noktah-noktah hitam yang saya torehkan dalam diri saya. Betapa sombongnya saya waktu itu, betapa bangganya saya dihiasi noda-noda hitam tak terlihat diseluruh wajah saya. Duh Gusti, ampuni hamba. Sungguh hamba bukan apa-apa jika tak ada ampunan darimu. Betapa kerdilnya hamba seumpama sebuah debu hitam kecil dan terkotor dipusaran angin di padangmu.
Gusti, ampuni hamba.

21 Maret 2011, di titik nadir.

20 March 2011

~ A Side Of Me ~


Kau selalu ada dalam tiap sedihku,
Menemaniku melewati kebahagiaan
selalu hadir disaat tak seorangpun menghiraukanku
selalu menemani disaat orang lain meninggalkanku
Tak pernah bertanya padaku atas semua masalah yang menimpa
Hanya terdiam dan menemani
Tanpa banyak berkomentar atau berkata “Ceritakan padaku”
Tanpa harus menipu “Aku akan selalu mendengarmu”
Tanpa harus menguatkan “Sabarlah”
Kau menemaniku dalam kebisuanmu
Memelukku dalam diammu
Dan menguatkanku dengan keheninganmu
Tangis…
Banyak orang berkata mengeluarkanmu adalah sebuah kelemahan
Dan tak seharusnya dikeluarkan
Namun aku tak sanggup jika tak ada dirimu
Kau bisa mewakiliku ketika jiwaku terlalu munafik untuk mengakuinya
Aku bersyukur karena Allah menciptakanmu untukku
Menjadi bagian dalam diriku yang tak terpisahkan
A side of me
Aku tak tahu apa yang aku perbuat jika kau pergi
Apakah aku akan menjadi sekeras batu?
Karena tidak ada kebeninganmu lagi
Apakah aku akan menjadi sosok yang menakutkan
Karena tidak ada ketenangan seperti kau menemaniku
Namun yang mungkin akan kutanyakan saat kau pergi adalah
Apakah aku masih mempunyai hati?


19 March 2011

My Wedding Plan

Saturday, march 19, 2011

    Tengah asik asiknya membaca email yang menumpuk di lapy, hp ku bergetar. Lilik_kos calling. Duh cintaku yang satu ini gemar sekali mengagetkanku. Cerita cerita dan diselingi diam karena aku serius membaca email dan akhirnya kena sambit. Sambit pertanyaan pertanyaan yang sempat membuatku tertawa terpingkal pinkal ketika membayangkan ekspresinya menjawab pertanyaan ini yang dilontarkan kepadanya. Beuh… udah ya basa basinya. Hyuk segera meluncur. Baling baling bambu…(dies, apa maksudnya coba?)

    Hahaha.. lagi semangatnya sayang inet tidak mendukung. Kartu modemku habis dan perlu isi ulang. Hm.. sabar ya nak. Karena ga mungkin langsung diisi malem ini juga. Ternyata firasatku benar juga. Entah kenapa sore tadi ingin sekali membeli voucher untuk mengisi kartu lagi. Tapi karena malas keluar karena diluar hujan mengurungkan niatku untuk membelinya. Dan sekarang ga bisa inetan lagi deh. Ndak papa.. tunggu sampai besok ya cinta.


Let’s continue, hahaha…. Inetnya lagi ngambek.
1. How old are you?
23 years old
2. Are you single?
Now I’m single.. tapi doain sebentar lagi melepas masa lajang ya cin..
3. Do you want to marry?
Kayaknya semua orang juga ngarepin itu deh cin (manyun mode on)
4. When do you think you’ll get married
actually when I was 21 years old, but appearently all of were changed.
5. Do you think you’ll marry the person you are with now?
God Willing
6. If not, who do you want to marry?
Seseorang yang bisa lebih mendekatkanku denganNya. Seseorang yang mencintaiku karenaNya.
7. Nah lo berarti sudah ada calon dunk?
InsyaAllah, doakan lagi ya cin
8. Who will be your bridesmaid and bestman?
Tu artinya apa ya cin? Kagak ngarti (garuk – garuk kepala)
9. Do you want a garden/ beach or traditional wedding?
Sebenernya pengen banget konsep kebun, tapi kebunnya siapa?
10. Where do you plan to go on honeymoon?
Ke lombok… (ngarep mode on) terserah yang penting dengan suami tercinta
11. How many guests do you think you’ll invite?
Temen temen deh ma kerabat dekat
12. How many layers of cake do you want?
Ga pakek layer layeran cin
13. When do you want to get married, morning or evening?
Lagi lagi pengenya malem, tapi kalo misalkan pagi ya ga papa lah, menyambut pagi dengan gandegan suami tercinta.
14. Name the song/tune you’d like to play at your wedding?
Barakallah.. lagunya kang maher. Bisa ga ya kang maher datang? (dies.. glodak)
15. Champagne or red wine?
Duh apaan tu cin? Es jeruk aja ya uenak
16. Honeymoon right after the wedding or days after the wedding?
Kapan saja siap. (kena jitak)
17. Money or household items?
Kalo dikasih dua duanya juga mau. (wkwkwkwkwk)
18. How many kids would you like to have?
Sebenarnya 12, sekalian nyetak kesebelasan. Tapi mengingat biaya pendidikan mahal, 2 aja cukup lah cin. Atau maksimal 4.
19. Will you record your honeymoon in DVD/CD?
NO.. it’s our privacy
20. Whose wedding plan would you like to know next?
Hehehhe… akan ada kejutan cin, jadi tunggu aja ya.

Fiuh.. akhirnya selesai juga ngerjain sambitan ini. Moga kamu puas dengan jawabanya cin. Dah malem, waktunya tidur. Met malem cinta. Have a nice dream.

Kenapa Sih?

Abdi # Kenapa sih iklan di tv – tv itu selalu menampilkan wajah yang cantik – cantik dan tampan – tampan? Padahal mereka mengiklankan tentang produk kecantikan.
Temenku 1 #  Ya biar produk nya laku dong.
Abdi # Yang jadi bintang iklan kan emang udah cantik dari sononya, kebanyakan mereka juga sudah putih asli.
Temenku 2 #  Ya biar menarik, kalo pake kamu sebagai modelnya ga akan laku
Abdi # Jah..*manyun* ya justru itu, kalo produk kecantikan kenapa ga pake mode  yang jelek dulu, yang sawo matang dulu, yang kriwil dulu, yang gemuk dulu, yang jerawaten dulu, yang. . . . .

Belum selesai aku menuntaskan kalimatku, mulutku sudah ditutup dengan tangan temanku. Mungkin capek ya dengerin keluhanku tentang iklan produk kecantikan. Lah emang iya, dari dulu uneg uneg ku tentang berbagai produk kecantikan tu ya itu. Emang ada benernya juga sih, kalo modelnya abdi teh ga akan laku, trus ga ada yang beli deh. Hehehe…

Sebenarnya bukan itu yang ingin aku tulis disini, yang menggelitik fikiranku adalah dengan banyaknya iklan di tivi secara tidak sadar pola pikir kita pun mengikuti iklan tersebut. Salah satu nya pola pikir tentang kecantikan. Cantik menurut kebanyakan orang adalah dia yang mempunyai kulit yang putih, mulus, tanpa jerawat, rambut panjang dan tubuh yang langsing. Ya atau tidak pemikiran kalian, sebagian  besar menyatakan iya.

Melihat tolok ukur yang seperti itu, banyak remaja yang berlomba lomba memutihkan wajah dengan berbagai produk branded, bergonta ganti dengan alat make up hanya untuk mencari sesuatu yang bisa menolong mereka menjadi “CANTIK”. Rela untuk selalu mengikuti fashion meskipun terkadang itu tidak cocok dengan karakter mereka. Diet setiap hari biar orang sekitar menilai mereka cantik. Padahal cantik tidak hanya itu kan?

Cantik adalah dimana kau menjadi dirimu sendiri tanpa harus disetir oleh pemikiran orang lain, cantik adalah dimana kau mempunyai kepekaan hati pada lingkungan sekitarmu, cantik adalah dimana kau bisa mensucikan jiwamu dan mendekat padaNYA. Cantik adalah dimana kau pintar dalam ilmu duniamu namun hebat juga dalam ilmu akhiratmu. Dan cantik adalah…… tanya hatimu supaya kau bisa mendiskripsikan cantik menurut dirimu sendiri.

Memiliki tubuh yang sempurna memang dambaan semua orang, tapi jangan lupakan inner beautymu. Namun jika bisa memiliki keduanya, alhamdulillah lagi.
Dunia diciptakan dengan berbagai warna agar kau tidak bosan jika hanya bertemu dengan hitam atau tidak jenuh ketika hanya bisa melihat putih saja. Cintai dirimu sendiri tanpa harus menjadi orang lain, karena kau adalah mutiara dan seseorang yang istimewa.