Malam itu tak akan mungkin
terlupa dari ingatanku meski sudah 14 bulan berlalu. Malam bersejarah bagiku
dan baginya. Rabu dini hari pukul tiga,
aku mendengar pintu kamarku diketuk perlahan. Aku beranjak dari tempat tidur
dan membuka pintu, namun tak ada seorangpun yang berada diluar. Aku kembali
beranjak tidur. Lima menit kemudian perutku mulas. Aku bangun dan segera
kekamar mandi tapi tidak terjadi apa-apa. Kuputuskan untuk kembali ke kamar
lagi. Merebahkan badan lagi dan mulas itu kembali datang. Aku duduk dan
berdiri. Mulasnya hilang. Aku tidur lagi mulas lagi. Lalu kuputuskan untuk
berdiri dan jalan-jalan didepan rumah. Hari masih gelap. Tak ada seorang pun
diluar. Hanya aku dan calon bayiku. Kuelus perutku yang sudah membesar. Perutku
terasa kencang.
“Nak, apa kau mau lahir sekarang?”
Bayiku hanya bergerak lembut
diperut.
Aku terus berjalan mondar-mandir
diteras rumah. Di samping rumah adzan subuh sudah berkumandang. Bergegar ku
menuju kekamar mandi dan berwudhu. Selesai sholat aku keluar rumah untuk
jalan-jalan pagi seperti biasanya. Bayiku sangat aktif jika kuajak jalan-jalan.
Tapi hari ini rasanya berat sekali. Biasanya aku berjalan kaki 1 jam. Namun karena
terlalu lelah, aku hanya sanggup berjalan selama 30 menit.
Pukul delapan pagi hari mulas
diperutku bertambah. Namun anehnya mulas itu segera hilang jika kugunakan untuk
berjalan. Sampai mbah ice datang kerumah.
“Ono opo nduk? Kok mringis-mringis.”
“Perut kulo sakit mbah, tapi nek
didamel jalan, sakite ilang.”
“Kenceng?”
“Enggeh.”
“Watako mengkok wes pembukaan
nduk? Agi dipriksakne”.
Demi mendengar kata ‘pembukaan’
jantungku langsung berdebar kencang, takut, senang dan bingung campur aduk
menjadi satu. Suamiku yang harusnya pergi kemalang untuk bekerja aku tahan agar
jangan pergi. Aku merasa ada yang janggal, tapi tidak tahu apa. Menjelang siang
sakit diperutku bertambah. Aku mengajak suamiku untuk segera periksa ke bidan. Beruntung
bahwa bidanku hanya berselang beberapa rumah dari tempat tinggal kami. Aku tak
mempersiapkan apapun karena hanya ingin periksa saja. Namun semua barang
keperluan persalinan sudah kusiapkan jauh-jauh hari.
Setiba dibu bidan, aku segera
merebahkan diriku di kasur. Kami menjalani pemeriksaan untuk mengetahui apa
yang terjadi pada perutku dan ternyata aku sudah bukaan satu. Degup dijantungku
semakin kencang.
“Tenang mbak, tetep rileks ya
biar nanti persalinannya lancar. Terus berdoa. Kalau masih bisa melakukan
sholat, dipakai sholat malah baik.”
“iya bu.”
“Sekarang mbak candra pulang dulu
atau langsung nunggu disini?”
“Pulang saja bu.”
Orang-orang dirumah begitu heboh
mendengar aku sudah bukaan satu. Aku segera ditanyai macam-macam pengen makan
apa. Karena tak pengen apa-apa aku hanya menggeleng. Sampai mertuaku bertanya pengen
makan apa? Aku menjawab pia. Karena dari seminggu kemaren aku pengen makan
makanan itu, tapi tidak tahu harus beli dimana.
Pukul tiga sore suamiku
mengajakku untuk segera ke bubidan dan membawa keperluan persalinan kami. Kata bu
bidan sudah bukaan empat. Aku hanya bisa rebahan dan sesekali jalan-jalan untuk
menghilangkan bosan. Pukul enam sore kembali diperiksa bukaan lima. Pukul Sembilan
malam bukaan enam. Sampai pukul 12 malam bukaan mampet. Tidak ada tanda-tanda
bahwa jalan lahir akan menambah bukaannya, sekeluarga panik karena melihat
kondisiku sudah lemas menahan sakit tapi pembukaan tidak bertambah. Sampai bu
bidan mengatakan kalau pukul 12.20 tidak nambah bukaannya terpaksa harus
dioperasi. Kondisi si ibu tidak memungkinkan untuk melahirkan normal, dia sudah
kepayahan.
“Ya Tuhan, kuatkan aku, aku ingin
melahirkan secara normal.” Bisikku dalam hati. Suamiku hanya menunggui ku
disamping dan mengelus kepalaku. Aku sangat melihat kepanikan diwajahnya, tapi
sebisa mungkin ia menenangkan diri agar aku tak ikut panic
“Mas, aku ingin normal. Bayiku harus
selamat apapun kondisinya.”
“Tenang sayang, semua akan
baik-baik saja.”
Pukul 12.20. pembukaan tetap. Segera
bubidan dan keluargaku melarikan aku ke rumah sakit. Ditengah hujan yang terus
turun, malam-malam kami berkejaran dengan waktu. Terlambat sedikit saja fatal
urusannya.
Para suster langsung mengecek
kondisiku dan denyut jantung sibayi. Alhamdulillah bayi dalam keadaan sehat. Namun
aku sudah kehabisan tenaga. Tanpa meminta persetujuanku suamiku langsung
menandatangani kertas operasi. Dengan sisa tenanga yang kumiliki aku digiring
ke ruang operasi. Sayangnya suamiku tidak bisa ikut. Aku hanya bisa mendengar
suara dokter dan suster yang terllibat dalam operasiku. Mataku melihat
garis-garis datar di samping meja operasiku. Badanku kebas. Lima menit kemudian
tangisan itu muncul.
Ya Rabbi, demi tangisan ini
seketika air mataku meleleh.
“Laki-laki, lengkap, sehat!” teriak
sang suster saat melihat bayiku. Segera bayiku dibawa keluar dan aku hanya
merasakan gelap.
******
“Laki-laki, lengkap dan sehat
pak.” Kata sang suster sambil meraba semua bagian tubuh mungilnya. Laki-laki
itu hanya meneteskan air mata. Perempuan paruh baya disampingnya pun ikut
meneteskan air mata.
“Adzani anakmu”
Seketika kumandang adzan
dibacakan, badan berbalut darah segar itu hanya menggeliat. Mereka membawanya
ke ruang bayi untuk dibersihkan.
“Boleh saya ikut?” suara
perempuan itu lirih.
“Boleh bu, silahkan.”
Bayi kecil itu sudah dimandikan
dan dipakaikan gelang nama sesuai nama ibunya. Semua orang yang mengantar
keluar ruangan.
******
“Dia sudah lahir pak”. Kata
perempuan paruh baya itu dalam tangisnya. Suaminya hanya bisa memeluknya.
“Sabar bu, semuanya sudah
berjalan lancar.”
“Candra pak, candra, semoga dia
sehat.”
“Dia akan sehat bu, doakan saja. Tenangkan
diri ibu”.
*****
Di kamar pasien
“Kau hebat sayang, dia sudah lahir dengan selamat.”
“Bagaimana keadaanya mas, seperti
apa dia?”
“Wajahnya sama sepertimu, kulitnya
putih, tak ada satupun yang mirip denganku.” Katanya sambil menyungging senyum
******
Keesokan
harinya
Ibu menggendong seorang bayi
mungil yang masih merah. Aku melihatnya dengan perasaan haru, senang, dan ada
perasaan buncah yang tak bisa dilukiskan. Anakku. Akhirnya kita bertemu.
kunjungan perdana, izin nyimak blog indah ini :)
ReplyDeletewah selamat yaaa atas kelahiran dede bayinya lakilaki sehat lengkap ...hehehehe
ReplyDeleteiya, makasih atas kunjungannya ;-)
Delete