Hari ini menjelang dua tahun kami
bersama, kehidupan kami sangat membahagiakan, diwarnai dengan segala urusan
rumah tangga seperti layaknya rumah tangga yang lainnya, dan Alhamdulillah kami
diberi amanah untuk menjaga si kecil Abdurrahman alghifari.
Dihari ini juga aku semakin
bersyukur pada Allah karena dikenalkan dengan suamiku, dipertemukan dengan
laki-laki biasa yang luar biasa. Dia dengan segala kekurangan dan kelebihannya,
dia dengan kesabaran yang amat sangat menghadapi polah tingkahku yang terkadang
seperti anak kecil, merengek minta dibelikan balon, dia yang selalu ada ketika
hati mulai berkecamuk dengan selentingan omongan yang tidak seharusnya
difikirkan, karena toh banyak sekali hal-hal positif yang lebih layak untuk
difikirkan. Dan dia adalah laki-laki pertama yang membuatku jatuh cinta untuk
kesekian kalinya.
Pada awal kami bertemu, aku
sangat membencinya, dia berada diurutan pertama laki-laki yang harus kuhindari.
Menurutku dia laki-laki yang rapuh, laki-laki yang tidak dapat berfikir dewasa,
laki-laki yang hanya mencari kesenangan saja. Namun seiring berjalannya waktu,
semua prasangka itu mampu diluluhlantakkan oleh semua pembuktiannya ketika dia
selesai membacakan ijab Kabul. Laki-laki yang kubenci justru berubah menjadi
laki-laki yang tangguh, dewasa dan bertanggung jawab. Seketika aku sadar, aku
mencintainya dan cinta itu tumbuh seiring dengan waktu berlalunya hari-hari
pernikahan kami. Cinta yang halal dan
cinta yang bertanggung jawab.
Aku bangga karena aku lah orang
pertama yang mengajaknya menikah. Berbeda dengan situasi kebanyakan dimana
laki-laki lah yang meminta untuk menikah. Bagiku ajakan itu bukan untuk
merendahkan harga diriku justru pembuktian bahwa aku begitu menghormatinya,
terlepas dari minimnya materi yang kumiliki saat itu. Disaat dia
gencar-gencarnya mengejar dan mengajak menikah, aku tak peduli. Namun disaat
dia menghilang dan aku tak punya satu pun akses untuk menemuinya, aku justru
mengingat kertas bertuliskan nomor telepon persis dibawah meja komputerku. Tertutup
debu dengan kertas yang kumal karena lama tak tersentuh. Dengan rasa takut,
cemas dan tak tahu harus berfikir apa lagi, aku menelfonnya. Memintanya untuk
menikahiku dengan bahasa yang aneh. Jika aku mengingat saat itu sekarang, aku
hanya bisa tersenyum dan malu dan aku tak menyesal sudah melakukan hal itu,
karena ternyata dia adalah ayah terbaik untuk anak-anakku.
Kenapa kita jatuh cinta dan menikah?
Aku rasa kau memang tercipta untukku, begitupun sebaliknya. Dan aku hanya
berusaha mencari dimana kepingan hati itu berada. Dan ternyata kepingan itu ada
pada dirimu.
Abi, terima kasih telah mengajariku bagaimana cara untuk mencintai.
Subhanallah sist...
ReplyDeleteceritana emang bener" bikin aku percaya jodoh itu sudah ada yang mengaturnya. :)