25 March 2011

Mama aku ingin bunuh diri!!!

    Pagi menjelang siang disebuah ruang tamu. Kevin, seorang bocah berusia 4 tahun sedang asyik menonton sinetron kesayangannya. Dia begitu serius memantengi adegan demi adegan dilayar kaca. Mendengarkan secara seksama dialog demi dialog yang diucapkan oleh aktor aktor di kotak ajaib tersebut. Sedangkan ibunya tengah sibuk menyiapkan makan siang untuk mereka berdua. Sang ibu hanya memastikan bahwa anaknya diam saja didepan televisi, kemudian sang ibu melanjutkan aktifitasnya. Sampai suatu ketika Kevin naik ke atas meja dan berteriak pada ibunya “Mama, aku ingin bunuh diri!!!”.

    Sontak ibunya terkejut. Dia menghentikan sejenak aktifitasnya dan menghampiri putra bungsunya tersebut. Dia gugup mendengar teriakan Kevin,  namun tidak ingin menunjukkan kegugupannya dimata anaknya.
“Kenapa bunuh diri? Nanti jatuh sayang. Kan sakit.”
“Kevin mau kayak kak Niko.”
Ibunya mengernyitkan dahi.
“Kak Niko siapa sayang?”
“Itu, di TV. Kak Niko mau bunuh diri karena ditinggal kak Cintya.”
Sang ibu menoleh ke arah televisi dan mendapati adegan sinetron dimana sang aktor utama mencoba bunuh diri karena ditinggal pergi sang kekasih. Sang ibu kemudian menghela nafas dan mengajak si anak turun dari meja.

    Mungkin adegan tersebut dirasa biasa saja bagi kita. Terutama dengan semakin menjamurnya acara sinetron ditelevisi. Betapa banyaknya anak anak yang menonton acara yang sebenarnya tidak cocok dengan mereka. Bahkan terkadang juga tidak cocok untuk dikonsumsi kalangan yang sudah tidak bisa dikatakan “anak-anak” lagi.

    Menjamurnya program sinetron dipertelevisian Indonesia yang kebanyakan hanya menjual mimpi, dan tidak menginjak bumi. Hanya menceritakan cerita-cerita yang “laku” dipasaran bahkan ceritanya jauh dari realita. Cerita dengan kalangan kelas atas, drama percintaan yang dibumbui dengan konflik konflik yang terkadang mempertontonkan kekerasan dan perkataan perkataan kasar yang sering dilontarkan aktor. Secara tidak langsung ini hanya semakin “membodohkan” masyarakat. Dan apabila ini juga dikonsumsi oleh anak anak, akan banyak sekali “Kevin” di sekitar kita. Apakah kita tidak miris jika perkembangan anak kita hanya dicekokin dengan hal hal tersebut. Ketika usia tersebut merupakan masa tumbuh kembang mereka. Ibarat sebuah bangunan masa itulah yang akan menjadi pondasi kedepannya.

    Banyaknya sinetron striping atau kejar tayang pun terkadang juga menimbulkan efek negatif bagi masyarakat dan anak anak. Dimana mereka terus menerus melihat mimpi yang tidak sesuai dengan kehidupan realita. Namun yang disayangkan masyarakat juga menyukai hiburan semacam ini. Opini mereka dengan melihat sinetron fikiran mereka menjadi fresh. Hm.. pendapat yang terkadang membuat miris. Akan tetapi ada juga sinetron yang berbobot dan patut untuk dilihat.

    Jika dilihat perkembangan sinetron, terjadi perbedaan yang mencolok antara sinetron sekarang dan dulu. Saya rasa sinetron – sinetron dulu masih jauh lebih berkualitas dibandingkan dengan sinetron sekarang. Penayangannya pun tidak setiap hari seperti yang kita lihat sekarang. Sebut saja sinetron “Losmen” yang tayang sebulan sekali, “Si Doel anak sekolaha” yang tayang seminggu sekali, “Keluarga Cemara”. Dari ketiga contoh diatas ceritanya berbobot dan banyak hal yang bisa kita pelajari. Bagaimana kerasnya perjuangan mencari ilmu, bagaimana giatnya kita bekerja, bagaimana kita bersosialisasi dengan masyarakat. Namun menjamurnya sinetron dipertelevisian dan senangnya masyarakat bahkan anak anak menontonnya tidak bisa disalahkan begitu saja. 

Itu terjadi karena tidak ada pilihan lain atau program lain yang ditawarkan.

    Akibatnya ya mau tak mau hanya itulah yang bisa mereka tonton. Dulu sinetron tayang seminggu sekali atau bahkan sebulan sekali karena banyak program yang menghiasi televisi, seperti program olahraga, program berita dan aneka program lain yang notabene menambah wawasan kita tentang indonesia entah itu dari budayanya atau dari segi geografisnya. Alangkah lebih baiknya jika program program seperti ini juga menjamur dipertelevisian kita sehingga kita tidak hanya menonton roman picisan saja.

    Lalu apakah kita tidak boleh menonton sinetron sebagai hiburan? Boleh boleh saja asalkan kita juga memilih dan memilah sinetron mana yang pantas untuk kita tonton. Atau lebih baiknya kita menonton acara atau program program yang bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita. OK. Maju terus pertelevisian Indonesia.

1 comment:

  1. Postingan yang sangat bagus, deskripsi yang sangat jelas dan sangat berkualitas. Situs web Anda sangat membantu. Terima kasih banyak sudah berbagi !

    ReplyDelete

Leave comment