04 June 2013

..:: Sebuah Konsekuensi ::..

Menjalani profesi sebagai ibu professional (ibu rumah tangga) tak segampang dengan yang diomongkan, terlebih jika anda menyandang gelar akademik tinggi dimasyarakat. Hal ini saya rasakan sendiri.

“Sayang ya, sekolah tinggi-tinggi sampai sarjana bukannya digunakan untuk bekerja diperusahaan atau instansi terkenal malah nganggur dirumah, ngemong anak”.

“La iya, si anu ini pinter, orang tuanya nguliahin dia tinggi-tinggi hanya jadi ibu rumah tangga, sama kayak kita, rugi”.

“Apa gunanya kuliah sampek ke malang kalau njluntrungannya Cuma dirumah, njaga bayi, ngurus rumah?”


Kalimat-kalimat diatas menjadi santapan saya setiap harinya ketika saya memutuskan untuk keluar kerja dan focus dirumah, mengurus segala macam urusan rumah tangga terutama mengurus buah hati kami yang sedang tumbuh.  Predikat sarjana yang ada dibelakang nama saya seringkali menjadi gunjingan tersendiri oleh tetangga saya melihat aktifitas saya yang hanya berkecimpung diurusan rumah tangga. Hei, apa salahnya jika seorang sarjana menjadi ibu rumah tangga, toh kodrat wanita memang dirumah, jihatnya seorang wanita ketika sudah menjadi istri ya dirumahnya, bukan diluar rumah. Meski kadang geregetan juga dengan omongan orang, namun dalam lubuk hati saya, saya bangga dengan apa yang saya jalani sekarang. Saya bangga menjadi seorang ibu rumah tangga.

Saya bangga menjadi seorang ibu rumah tangga, bekerja didalam rumah. Disaat orang lain hanya bekerja 5-8 jam sehari, saya bekerja 24 jam setiap harinya, tanpa hari libur, dari mata melek sampai tidur lagi.

Saya bangga menjadi ibu rumah tangga, bekerja dirumah. Orang lain bekerja diinstansi dengan berbagai macam jabatan yang mereka punya, saya bekerja dengan jabatan manager rumah tangga tanpa gaji, tanpa bonusan setiap bulannya. Gaji saya adalah ketika anak dan suami saya tersenyum menikmati makanan yang saya hidangkan, mereka nyaman dengan keadaan rumah yang bersih dan pakaian yang rapi dipakai setiap harinya dan terutama senyuman Tuhan kepada saya.

Pekerjaan kami seringkali diremehkan oleh orang lain. Tak ada yang bisa dibanggakan, tak ada yang bisa dilihat pencapaian karirnya setiap tahun. Hei.. ada yang bisa kami banggakan, ada pencapaian yang bisa dilihat jika mereka bisa sedikit membuka mata, telinga dan hati mereka. Fikirkan tentang anak-anak kami yang tumbuh dengan baik, dengan cinta dan toleransi. Asupan gizi yang eksklusif dari makanan terbaik yang disediakan Tuhan dalam ASI ibu mereka.

Ibu rumah tangga bukanlah pengangguran, bukanlah seonggok manusia tanpa guna, hargailah dan hormatilah mereka.

No comments:

Post a Comment

Leave comment