Menjalani profesi sebagai ibu professional
(ibu rumah tangga) tak segampang dengan yang diomongkan, terlebih jika anda
menyandang gelar akademik tinggi dimasyarakat. Hal ini saya rasakan sendiri.
“Sayang ya, sekolah tinggi-tinggi
sampai sarjana bukannya digunakan untuk bekerja diperusahaan atau instansi
terkenal malah nganggur dirumah, ngemong anak”.
“La iya, si anu ini pinter, orang
tuanya nguliahin dia tinggi-tinggi hanya jadi ibu rumah tangga, sama kayak
kita, rugi”.
“Apa gunanya kuliah sampek ke
malang kalau njluntrungannya Cuma dirumah, njaga bayi, ngurus rumah?”
Kalimat-kalimat diatas menjadi
santapan saya setiap harinya ketika saya memutuskan untuk keluar kerja dan focus
dirumah, mengurus segala macam urusan rumah tangga terutama mengurus buah hati
kami yang sedang tumbuh. Predikat sarjana
yang ada dibelakang nama saya seringkali menjadi gunjingan tersendiri oleh
tetangga saya melihat aktifitas saya yang hanya berkecimpung diurusan rumah
tangga. Hei, apa salahnya jika seorang sarjana menjadi ibu rumah tangga, toh
kodrat wanita memang dirumah, jihatnya seorang wanita ketika sudah menjadi
istri ya dirumahnya, bukan diluar rumah. Meski kadang geregetan juga dengan
omongan orang, namun dalam lubuk hati saya, saya bangga dengan apa yang saya
jalani sekarang. Saya bangga menjadi seorang ibu rumah tangga.
Saya bangga menjadi seorang ibu
rumah tangga, bekerja didalam rumah. Disaat orang lain hanya bekerja 5-8 jam
sehari, saya bekerja 24 jam setiap harinya, tanpa hari libur, dari mata melek
sampai tidur lagi.
Saya bangga menjadi ibu rumah
tangga, bekerja dirumah. Orang lain bekerja diinstansi dengan berbagai macam
jabatan yang mereka punya, saya bekerja dengan jabatan manager rumah tangga
tanpa gaji, tanpa bonusan setiap bulannya. Gaji saya adalah ketika anak dan
suami saya tersenyum menikmati makanan yang saya hidangkan, mereka nyaman
dengan keadaan rumah yang bersih dan pakaian yang rapi dipakai setiap harinya
dan terutama senyuman Tuhan kepada saya.
Pekerjaan kami seringkali
diremehkan oleh orang lain. Tak ada yang bisa dibanggakan, tak ada yang bisa
dilihat pencapaian karirnya setiap tahun. Hei.. ada yang bisa kami banggakan,
ada pencapaian yang bisa dilihat jika mereka bisa sedikit membuka mata, telinga
dan hati mereka. Fikirkan tentang anak-anak kami yang tumbuh dengan baik,
dengan cinta dan toleransi. Asupan gizi yang eksklusif dari makanan terbaik yang
disediakan Tuhan dalam ASI ibu mereka.
Ibu rumah tangga bukanlah
pengangguran, bukanlah seonggok manusia tanpa guna, hargailah dan hormatilah
mereka.
No comments:
Post a Comment
Leave comment